Selamatan Desa Karang Sengon ke-533 Dimeriahkan dengan Pertunjukan Seni Pojhien: Warisan Budaya yang Sarat Syukur dan Makna

Karang Sengon, 10 Februari 2025 – Suasana malam di Desa Karang Sengon berubah menjadi panggung budaya yang penuh semangat dan makna. Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Desa Karang Sengon ke-533, atau yang dikenal dengan Ghedisa atau Selamatan Desa, Pemerintah Desa Karang Sengon menggelar Pertunjukan Seni Pojhien sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT dan bentuk pelestarian budaya leluhur.

Acara ini dilaksanakan pada Senin malam (10/2), pukul 19.00 WIB di halaman Balai Desa Karang Sengon. Warga dari berbagai dusun tumpah ruah memadati lokasi pertunjukan untuk menyaksikan salah satu seni tradisional khas masyarakat Madura dan Tapal Kuda yang semakin langka, yaitu Seni Pojhien.

Kepala Desa Karang Sengon, Bapak Kasim, dalam sambutannya menyampaikan bahwa pertunjukan ini bukan hanya hiburan, tetapi juga sarana spiritual dan budaya.

“Kesenian Pojhien adalah warisan leluhur yang sarat makna religi dan kebersamaan. Malam ini, kita bersyukur atas usia Desa Karang Sengon yang telah mencapai 533 tahun, dan melalui pertunjukan ini, kita berdoa agar desa kita selalu dalam lindungan Allah SWT, damai, maju, dan sejahtera,” tuturnya.

Apa Itu Kesenian Pojhien?

Pojhien adalah bentuk kesenian rakyat tradisional yang berasal dari daerah Tapal Kuda, termasuk Bondowoso dan sekitarnya. Kata “Pojhien” berasal dari bahasa Madura, yang secara harfiah berarti “berpantun” atau “berbalas syair”. Seni ini biasanya dibawakan dalam bentuk pertunjukan lisan berisi pantun, syair, doa-doa, dan petuah-petuah yang dikemas secara teatrikal dan musikal.

Kesenian Pojhien biasanya ditampilkan dalam rangkaian acara selamatan desa, khitanan, panen raya, hingga syukuran lainnya. Unsur spiritual sangat kuat dalam pertunjukan ini, karena banyak syairnya mengandung puji-pujian kepada Allah, sholawat kepada Nabi Muhammad SAW, serta doa-doa untuk keselamatan dan kemakmuran desa.

Dalam pertunjukan Pojhien malam itu, para pemain yang terdiri dari tokoh masyarakat dan seniman lokal tampil dengan penuh semangat. Mereka mengenakan busana adat, memainkan alat musik tradisional seperti rebana dan tongtong, sambil menyampaikan syair yang sarat makna keagamaan dan pesan moral.

"E bujur dereng e parlo, mator sakalangkong, lakar reya' reya' nyare' berkah, melleh ridha Allah," (Artinya: Terima kasih atas kehadiran, mari kita rayakan untuk mencari berkah dan ridha Allah).

Antusiasme Warga dan Nuansa Sakral

Pertunjukan yang berlangsung hingga larut malam itu disambut hangat oleh masyarakat. Tak hanya kalangan orang tua, pemuda dan anak-anak pun tampak antusias menikmati jalannya pertunjukan yang unik dan jarang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.

Tokoh pemuda Karang Sengon, Sugianto, mengungkapkan bahwa kegiatan ini sangat penting untuk menumbuhkan kecintaan generasi muda terhadap budaya sendiri.

“Ini bukan sekadar hiburan. Kita belajar sejarah, agama, dan nilai-nilai luhur dari pertunjukan seperti ini. Harapannya, anak muda bisa bangga dan terus melestarikan seni tradisional desa,” ungkapnya.

Mengikat Tradisi, Membangun Masa Depan

Ghedisa ke-533 Desa Karang Sengon bukan hanya menjadi momentum syukur atas usia panjang desa, tetapi juga menjadi ruang penguatan identitas budaya dan spiritualitas masyarakat. Pertunjukan Seni Pojhien malam itu menjadi simbol bahwa kemajuan desa bisa selaras dengan pelestarian nilai-nilai lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Acara ditutup dengan pembacaan doa dan makan bersama sebagai bentuk syukuran bersama seluruh masyarakat. Kebersamaan, kekhidmatan, dan kemeriahan malam itu menjadi cermin bahwa Desa Karang Sengon bukan hanya tua dalam sejarah, tetapi juga matang dalam menjaga warisan budaya dan spiritual.

Selamat Hari Jadi ke-533 Desa Karang Sengon!
Dengan Warisan Budaya, Kita Bangun Desa yang Bermartabat dan Berkah!

Share Berita Ini